perkara yang membatalkan wudlu perspektif syafiiyyah

Empat Pekara Yang Membatalkan Wudlu Perspektif Syafiiyyah

Pekara Yang Membatalkan Wudlu Perspektif Syafiiyyah, Yang sebelumnya kami shere Rukun-rukun solat dan kali ini kami share Pekara Yang Membatalkan Wudlu Perspektif Syafiiyyah, yakni, sebab-sebab wudlu menjadi batal, adapun sebab-sebabnya yaitu ada empat sebagai berikut:

4 Perkara yang membatalkan wudhu

  1. Yaqin telah keluar sesuatu selain seperma sendiri, baik berupa benda atau angin, basah atau kering. Biasa keluar seperti kencing atau tidak seperti darah bawasir dan lain-lainnya, terputus atau tidak, seperti cacing yang mengeluarkan kepalanya, lalu kembali. Dari salah satu dua pintu (kubul dan dubur)orang berwudlu yang hidup, baik lewat dubur atau kubul meskipun yang keluar itu penyakit otot lingkar yang tumbuh di dalamnya (bawasir)lantas keluar otot tersebut atau bertambah panjang dari semula. Namun menurut fatwa al-alamah al-kamalurrodad, keluar otot tersebut tidak memnatalkan wudlu, yang membatalkannya adalah misalnya darah.Menurut imam malik. Wudlu tidak menjadi batal sebab perkara yang keluar adalah hal langka.
  2. Hilang kesadaran, sebab mabuk, gila, ayan ataupun tidur. Berdasarkan hadits sohih”barang siapa telah tidur supaya wudlu lagi” kecuali mengantuk dan permulaan rasa mabuk (pening) dari hilang kesadaran  karena itu, keduanya tidak membatalkan wudlu, sebagaimana seorang merasa ragu apakah ia tidur atau mengantuk. Tanda mengantuk adalah: masih mendengar bicara orang yang berada disekelilingnya sekalipun tidak paham. Wudlu tidak batal lantaran hilang kesadaran sebab tidur dalam posisi duduk, yang merapat antara tempat tidur dengan pantatnya, yang tidak berubah dari tempat semula, meskipun sambil bersandaran sesuatu yang kalau tidak ada menyebabkan ia jatuh, atau duduk dalam posisi merangkung (jaw:sedengkul) dimana pantat tidak renggang dengan tempat duduknya. Wudlu orang yang tidur dengan seperti diatas, menjadi bataljika ia bangun telah berubahdari tempat semula, jika sekedar ragu apakah pantatnya berubah atau tidak, berubah sebelumnya bangun atau sesudahnya, maka wudlunya tidak batal. Yaqiin dengan suatu mimpi, dimana ia yaqin tidak ingat adanya tidur, hal ini tidak membawa pengaruh apa-apa. Lain halnya jika ia merasa ragu dengan tidurnya, sebab mimpi dimenangkan sebagai yang terjadi pada salah satu dari dua kemungkinan.
  3. Menyentuh kemaluan manusia atau tempatnya walaupun kemaluan itu putus, baik kemaluan orang mati atau anak-anak, kubul atau dubur, masih terpasang ataupun sudah terputus, selain potongan khitan. Bagian dubur (anus) pembatal wudlu adalah bibir lubang anus, sedangkan untuk bibir farji (vagina), bukan bagian-bagian belakang bibir, seperti tempat perkhitanan (klentit). Memang disunnahkan berwudlu setelah menyentuh semacam rambut kelamin, dalam dubur (perkara yang termaktub ketika berdiri, samping lubang dubur), dua butir pelir, rambut yang keluat di atas dzakar (penis), pangkal paha, menyentuh anak putrid yang masih kecil, putra kecil, orang berpenyakit sopak, dan orang beragama yahudi, begitu juga tusuk jarum, memandang wanita dengan syahwat sekalipun keluarga sendiri, berucap hal yang maksiat, marah, membawa atu menyentuh mayat, memotong kuku, kumis, rambut kepala. Dengan ketentuan kealuan manusia, maka terkecualikan kemaluan binatang, sebab padanya tidak terdapat daya tarik seks. Karena itu hukum melihat kelamin binatang adalah boleh. Menyentuh yang membatalkan wudlu adalah dengan menggunakan telapak tangan. Hal ini berdasarkan hadits nabi Muhammad Saw” barang siapa menyentuh kemaluannya –riwayat lain mengatakan –batang dzakarnya, maka baginya wajib berwudlu” Yang dimaksudkan dengan telapak tangan disini adalah : bagian dalamnya, jari-jari bagian dalam, tepian tapak tangan yang terhimpit jika dirapatkan dengan menekan sedikit. Bagian yang taidak termasuk adalah ujung jari, tepian ujung jari dan tepian telapak tangan.
  4. Persentuhan kulit laki-laki dengan wanita, mekipun tidak syahwat dan sekalipun salah satunya terpaksa atau orang mati, bagi yang mati wudunya tidak batal yang dimaqsudkan dengan kulit disini adalah selain rambut, gigi dan kuku. Guru kami berpendapat: dan selain biji mata. Hal itu berdasarkan firman Allah “atau bila kalian menyentuh wanita” arti dari pada lafadz “ laa mastum” adalah “lamastum” (la nya pendek) maksudnya menyentuh (bukan bersetubuh, seperti pendapat imam abu hanifah) Jika seorang masih ragu : yang disentuh itu rambut atau kulit, maka wudlunya tidak batal. Seperti halnya jika tangannya menyentuh kulit, ia sendiri tidak mengerti : aplakah kulit laki-laki atau perempuan atau ragu menyentuh mahrom atau orang lain. Guru kami ibnu hajar alhaitami di dalam kitab syarhil ‘ubab berkata “ kalau di beri tahu oleh orang adil bahwa yang ia sentuh itu wanita, atau bahwa ketika ia  tidur dengan merapatkan pantatnya, keluarlah kentut dari duburnya, maka wajib menerima pemberitahuan tersebut. Persentuhan kulit antara dua anak kecil atau satu anak kecil sedangkan yang lain dewas, adalah tidak membatalkan wudlu. Karena tidak adanya daya tarik. Yang di maksud dengan anak kecil ialah semua orang yang menurut ketentuan umum belum ada daya tarik seks (stahwat) Persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan yang ada hubungan mahrom baik arah nasab, sesusuan atau perkawinan (mertua) adalah tidak membatalkan wudlu. Sebab tidak adanya daya tarik birahi. Jika perempuan mahromnya berada di tengah-tengah perempuan-perempuan mirip lain yang jumlahnya dapat di hitung (di ketahui dengan mudah) lalu ia menyentuh sat darinya, maka wudlunya tidak batal, begitu juga jika jumlah perempuan tersebut tidak mudah di hitung. Atas dasar beberapa tinjauan.
Keyakinan masih punya wudlu atau telah berhadas, tidak bisa hilang lantaran persangkaan kebalikannya. Demikian pula lebih lebih dengan keraguan  atas kebalikan dari keyakinan: karena melangsungkan keadaan semula (istishab.) karena itu keyakinan lah yang harus di ambil.
Penutup
Sebab hadas, Maka seseorang di haramkan melakukan solat, thowaf, sujud tilawah atau syukur, membawa mushaf, membawa sesuatu yang bertuliskan al-qur’an, yang disediakan untuk belajar, sekalipun hanya seabagian ayat, misalnya batu tulis. Baca Juga Syarat-syarat Wudlu
Sumber : Fathul Mu'in

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "perkara yang membatalkan wudlu perspektif syafiiyyah"

Post a Comment

Jika ada pertanyaan silahkan pada kolom komentar