Rukun rukun solat perspektif syafiiyyah

RUKUN RUKUN SOLAT PERSPEKTIF SYAFIIYAH

Rukun-rukun solat perspektif syafiiyah/Rukun-rukun solat menurut syafiiyah Selamat datang di my web, yang sebelumnya kami telah posting tentang Syarat-syarat solat, sekarang kami akan membahas selanjutnya yaitu rukun-rukun solat masih perspektif syafiiyah atau rukun-rukun solat menurut syafiiyah. Disebut juga denngan fardlu-fardlu solat. Dengan menghitung masing-masing tumakninah sebagai satu rukun tersendiri, maka jumlah rukun solat ada empat belas yang akan kami bahas di bawah ini.

rukun-rukun solat perspektif syafiiyah

adapun rukun-rukun solat perspektif syafiiyah yaitu ada 14 yaitu

  1. Niat, Niat yaitu menyengaja (mengerjakan Sesuatu) dalam hati, hal ini berdasarkan hadist “ bahwasanya sah amal itu harus berdasarkan niat” dalam melakukan niat, diwajibkan melakukan unsure “kesengajaan mengerjakan solat” agar solat terpisahkan dengan perbuatan-perbuatan lain dan ta’yin (pernyataan jenis solat) dzuhur atau lainnya agar dapat terpisahkan dengan perbuatan-perbuatan lain. Karena itu belumlah cukup hanya niat menunaikan kafardluan waktu (secara umum, tanpa pernyataan jenis solat.
  2. Takbirotul ihrom (mengucapkan lafadz “Allahu akbar”), Berdasarkan hadist yang telah disepakati oleh imam buhori dan imam muslim “jika kamu hendak berdiri mengerjakan solat, maka bertakbirlah” takbir ini disebut takbirotul ihrom sebab orang yang engerjakan solat diharamkan melakukan sesuatu yang sebelumnya halal dilakukan, yaitu perbuatan yang membatalkan salat.
  3. Berdiri (bagi yang mampu), wajib bagi orang yang mmpu berdiri sendiri atau atas pertolongan orang lain, berdiri pada solat fardlu, sekalipun solat nazar atau mengulang solat.
  4. membaca surat alfatihah, pada setiap rokaat, didalam berdrinya berdasarkan sebuah hadist yang diriwaytkan oleh imam buhori dan imam muslim”tidaklah sah orang yang tidak membaca al-fatikhah” maqsudnya dalam setiap roka’at kecuali rokaat makmum masbuk (makmum yang tidak menemukan takbirotul ihromnya imam) karena itu, ia tidak wajib membaca al-fatikhah bila tidak mendapat tempo cukup untuk membacanya, ketika imam masih berdiri, sekalipun hal tersebut terjadi pada setiap roka’at. Sebab terlambat dari imamnya pada roa’at pertama dan tertinggal imam (dalam roka’at selain pertama) sebab terlalu sesak, lupa atau gerakannya lambat sehingga setiap bangun dari sujudnya, imam selalu sudah ruku’ untuk roka’t berikutnya (makmum yang tertinggal tiga rukun yang panjang-panjang dari imamya adalah dima’afkan.
  5. Rukuk, yaitu membukukkan badan sehingga kedua telapak tangan bukan jari-jari dapat mencapai pada lutut, karena itu belumlah caukup hanya meletakkan pucuk jari pada lutut, jika mau meletakkan telapak tangan pada lutut, hal itu jika anggota badan seseorang wajar (normal kejadiannya). Demikian ini adalah batas minimal dalam rukuk
  6. Iktidal, sekalipun pada solat sunnah menurut pendapat muktamad, iktidal dapat dinyatakan dengan berdiri kembali dari rukuk, seperti posisi semula sebelum rukuk, baik posisi berdiri atau duduk (bagi orang yang solat dengan duduk).
  7. Sujud, dua kali untuk tiap-tiap roka’at, pada sesuatu yang bukan bawaan orang yang solat, sekalipun ikut bergerak sebab gerak orang itu, dan sekalipun bersujud diatas balai-balai (ranjang) yang turut bergerak sebab geraknya sebab barang tersebut bukan termsuk bawaannya. Karena itu, sujud diatas tempat semacam itu tidak ada masalah.
  8. Duduk diantara dua sujud, sekalipun pada solat sunnah menurut pendapat yang muktamad (kuat) untuk duduk dan iktidal supaya tidak diperpnjang, karena jika ia memperpanjang melebihi dzikir yng telah ditentukan disitu, seukuran bacaan al-fatikhah dalam Iktidal, dan seukuran bacaan tasyahud  pendek dalam masalah duduk (diantara dua sujud) padahal ia mengertidan tahu maka batal solatnya.
  9. Tumakninah (Jawa: Anteng), yaitu pada setiap rukuk dan sujud, duduk diantara dua sujud dan iktidal sekalipun pada solat sunnah, batasan tumakninah adalah: berhentinya kembali anggota-anggota badan, sehingga dapat terpisahkan antara perbuatan solat yang sudah dan yang akan dilakukan (diam setelah dua gerak, yaitu gerak dari rukun yng akan dikerjakan)
  10. Tasyahud ahir, paling tidak yang dibaca dalam tasyahud seperti yang diriwayatkan oleh imam syafi’I dan attirmidzi yaitu “ attahiyyatul mubarokatus…..dan seterusnya”
  11. Solawat nabi saw, yaitu setelah membaca tasyahud ahir, berarti tidak boleh dibaca sebelumnya. Solawat paling tidak yang dibaca harus “allohumma solli ‘ala Muhammad”
  12. Duduk untuk tasyahud dan solawat serta salam
  13. Mengucapkan salam pertama, paling tidak harus mengucapkan “assalamu’alaikum” sebagai ittiba’ sedangkan mengucapkan “ ‘alaikumussalam”adalah makruh. Mengucapkan “salamu ‘alaikum” (tidak ada al makrifatnya pada lafadz salam) adalah belum mencukupi dalam salam salat.
  14. Tertib, yaitu dalam melakukan rukun-rukun solat sebagaimana tersebut diatas. Karena itu jika sengaja melanggar tata tertib yaitu dengan mendahulukan rukun perbuatan (fi’li) misalnya sujud sebelum ruku’ maka batal solatnya.
Demikianlah sharing kami kali ini tentang rukun-rukun solat perspektif syafiiyah, dapatlkan keterangan-keterangan yang lain pada artikel selanjutnya.. sampai jumpa
Sumber: pengalaman di pesantren dan Kitab Fathul Mu’in

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Rukun rukun solat perspektif syafiiyyah"

Post a Comment

Jika ada pertanyaan silahkan pada kolom komentar